Pendidikan
Indonesia: Antara Cita-Cita (ungkapan) dan Realitas (tindakan)
Oleh: Achmad
Zainuri Arif *
Pendidikan menjadi sebuah kebutuhan yang urgen bagi pembangunan suatu
bangsa. Tidak ada Negara Maju di dunia ini yang tidak diawali dari pembangunan
kualitas Sumber Daya Manusianya (SDM) melalui penyelenggaraan Pendidikan yang
berkualitas. Barangkali tidak ada diantara kita yang tidak
setuju bahwa pendidikan mempunyai peranan besar dalam pembangunan suatu bangsa.
Berdasarkan keyakinan itu kita melaksanakan percepatan dan perluasan pendidikan
melalui aneka program pendidikan, dengan negara sebagai penjurunya dan
masyarakat berpartisipasi aktif.
Cita-cita Luhur
Sejak
awal bangsa ini berdiri, komitmen terhadap dunia pendidikan telah begitu besar.
Dalam pembukaan UUD ’45 disebutkan bahwa, “… untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan..”,
yang kemudian diperjelas dalam pasal (1)
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional menjelaskan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Berbagai kajian dibanyak negara membuktikan
kuatnya hubungan antara pendidikan yang merupakan sarana pengembangan
sumberdaya manusia dengan tingkat perkembangan suatu bangsa
Berbagai program dicanangkan oleh pemerintah, mulai dari anggaran
pendidikan sebesar 20% dari APBN,
sertifikasi, berbagai pelatihan-pelatihan untuk para guru dan termasuk salah
satunya yaitu dengan penyelenggaraan program Sarjana Mendidik di daerah
Terluar, Terdepan dan Tertinggal (SM-3T). Program
yang diselenggarakan oleh Kementerian
Pendidikan Nasional ini untuk mendorong para Sarjana Pendidikan untuk mau dan
mampu berpartisipasi dalam percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T
(tertinggal, terdepan, terluar), berbagi ilmu,
pengalaman, motivasi serta hal positif lainnya kepada Generasi Muda Anak Bangsa
yang begitu dilingkupi keterbatasan.
Program yang menurut hemat penulis merupakan reaksi positif terhadap
penyelengaraan program sejenis yang telah muncul lebih awal dan mendapat respon
yang cukup positif dari masyarakat ini memiliki urgensi yang luar biasa besar bagi masyarakat yang ada di
daerah 3T tersebut maupun bagi para sarjana itu sendiri agar memiliki
sensitivitas sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap kemajuan pendidikan dan
bangsa ini. Banyak daerah yang menjadi lokasi
pengabdian bagi para tenaga pendidik yang mengikuti program ini, salah satunya
adalah di Kabupaten Manggarai - Nusa Tenggara Timur dimana penulis ditempatkan.
Realitas Kekinian
Secara umum, problematika pendidikan yang ada di daerah Timur tidak
berbeda jauh dengan masalah pendidikan yang ada di Jawa yang menjadi cerminan
pendidikan di Indonesia. Permasalahan yang perlu dikaji lebih dalam yaitu
mengenai tenaga pendidik, apakah itu mengenai distribusi yang tidak merata,
kualitas tenaga pendidik maupun kedisiplinan serta supervisi atau pengawasan,
pendampingan dan evaluasi terhadap tenaga pendidik.
Guru merupakan ujung tombak dalam
meningkatkan kualitas pendidikan, dimana guru akan melakukan interaksi langsung
dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Melalui proses belajar
dan mengajar inilah berawalnya kualitas pendidikan. Artinya, secara keseluruhan
kualitas pendidikan berawal dari kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh
guru di ruang kelas. Secara kuantitas, jumlah guru di Indonesia cukup memadai.
Namun secara distribusi dan mutu, pada umumnya masih rendah. Hal ini
dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar
di SMU/SMK, serta banyaknya guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin
ilmu yang mereka miliki. Keadaan ini cukup memprihatinkan, dengan prosentase
lebih dari 50% di seluruh Indonesia.
Menurut data Kemendiknas 2010 akses
pendidikan di Indonesia masih perlu mendapat perhatian, lebih dari 1,5
juta anak tiap tahun tidak dapat melanjutkan sekolah. Sementara dari sisi
kualitas guru dan komitmen mengajar terdapat lebih dari 54% guru memiliki
standar kualifikasi yang perlu ditingkatkan. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2011 yang dikeluarkan
oleh UNESCO setiap tahun dan berisi hasil pemantauan pendidikan dunia, dari 127
negara, Education Development Index
(EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69, dibandingkan Malaysia (65) dan Brunei
(34). Dari data Teacher Employment &
Deployment, World Bank 2007 Distribusi Guru tidak merata. 21% sekolah di
perkotaan kekurangan Guru. 37% sekolah di pedesaan kekurangan Guru. 66% sekolah
di daerah terpencil kekurangan Guru dan 34% sekolah di Indonesia yang
kekurangan Guru. Sementara
di banyak daerah terjadi kelebihan Guru.
Mengenai kedisiplinan, kehadiran guru untuk
melaksanakan tanggung jawab mendidik dan mengajar kepada peserta didiknya
mungkin berbeda setiap daerah. Di Indonesia bagian barat, ketidak hadiran guru di
sekolah untuk mengajar akan sangat mudah untuk dilihat, dikoreksi dan ditindak.
Tetapi untuk wilayah Indonesia Timur, dibutuhkan pengawasan ekstra dan
ketegasan untuk memperbaiki tingkat kedisiplinan guru dalam melaksanakan
tanggungjawab mengajarnya. Bagaimana mungkin kualitas peserta didik bisa ditingkatkan
bila tenaga pendidiknya saja sangat jarang melaksanakan tugas mengajarnya,
sementara di sekolah-sekolah yang tenaga pendidiknya begitu tertib masih
kesulitan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Hal ini seharusnya
menjadi salah satu titik berat perbaikan sistem pendidikan di Indonesia,
mengingat semakin maju-nya suatu negara bermula dari pendidikan yang
berkualitas, pendidikan yang berkualitas bermuara dari pembelajaran yang
berkualitas, pembelajaran yang berkualitas dimulai dari pengajar yang
berkualitas pula.
Selain permasalahan tenaga pendidik yang masih belum merata derevasinya,
kualitas dan kedisiplinan yang masih perlu ditingkatkan, permasalahan mengenai
supervisi juga perlu untuk dicermati. Pelaksanaan supervisi yang masih belum
berjalan secara optimal semisal kurang dijalankan secara rutin, terkesan
formalistis (yang penting ada tanpa menyentuh hal yang subtansial) sehingga
kurang memberikan pengaruh terhadap perbaikan kualitas tenaga pendidik menjadi
masalah yang urgen untuk segera disikapi.
Kearifan dalam Perbaikan Pendidikan Indonesia
Sah-sah saja apabila kita memiliki cita-cita yang besar untuk memajukan
bangsa ini yang salah satu caranya dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang
ada. Melakukan standarisasi di semua daerah melalui penyelenggaraan UN untuk
menilai kualitas peserta didik mulai dari sabang sampai merauke. Tapi apakah
kita pernah turun, menyelam ke bawah? melihat realitas yang terjadi di akar
rumput. Melihat kenyataan bahwa disatu sisi seorang siswa bisa belajar di
gedung yang mewah ber AC dengan lebih
dari 3 buku referensi untuk 1 pelajaran, menikmati berbagai varian teknologi
yang mendukung proses pembelajaran lewat berbagai laboratorium yang ada,
sementara disisi yang lain seorang siswa belajar di sebuah gubuk tanpa lantai,
buku pelajaran tak ada dan hanya bisa mendengarkan suara kicauan burung di
tengah hutan yang masih alami.
Dari sini kita menyadari bahwa, menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk
turun ke bawah, melihat realitas sosial yang jauh panggang daripada api. Negeri
ini begitu luas, banyak hal yang bisa kita pelajari dan maknai agar jika suatu
saat nanti kita berada di atas, kita tidak angkuh dan represif terhadap
masyarakat bawah. Ibarat seorang nelayan, mereka turun menyelam mencari ikan,
terkadang larut malam pun mereka sudah menyatu dengan dinginnya air laut.
Mungkin ada nelayan yang memiliki perahu dan jaring untuk menangkap
ikan. Mereka duduk
diatas perahu kemudian menarik jaring dengan mesin jika dirasa sudah banyak
ikan yang terjaring. Tapi itu hanya sebagian kecil, sebagian yang lain yang
lebih banyak tetap harus terjun ke laut untuk mengangkat jaring yang sudah
dipenuhi ikan ke atas perahu.
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
di negeri ini yaitu, 1). Menyelengggarakan pendidikan dalam rangka
mempersiapkan tenaga pendidik (di kampus) secara serius, fair dan positif sehingga kampus bukan menjadi lembaga yang
meramaikan komodifikasi pendidikan (tidak pernah kuliah tapi dapat ijazah asal
bisa bayar). 2) memperbaiki system rekrutmen tenaga pendidik sehingga
menghilangkan praktik KKN. 3) pemetaan yang jelas terhadap kebutuhan tenaga
pendidik sehingga lebih tepat sasaran dan merata distribusinya. 4).
Mengggiatkan diklat-diklat agar keterampilan tenaga pendidik semakin terasah.
5). Penguatan supervisi, sehingga transfer keilmuan dan pengetahuan yang telah
dilakukan bisa terukur pengaruh dan perkembangannya. Semuanya dilakukan demi
membentuk tenaga pendidik yang ideal, tenaga pendidik yang memiliki kompetensi/
kualitas keilmuan yang baik, kemampuan komunikasi atau penyampaian materi yang
baik terhadap peserta didik, serta mampu melakukan transfer nilai-nilai yang
positif kepada peserta didik (tidak hanya transfer ilmu).
Negeri ini tidak kekurangan tenaga ahli untuk melakukan sebuah
perubahan, perlu kesungguhan dan kesesuaian antara ucapan dan tindakan (teladan
yang baik) untuk menyelesaikan semua permasalahan ini.
Ditengah keterbatasan yang mengelilingi kita, ternyata masih ada harapan
diseberang sana. Itu dapat kita gapai asal kita mau berusaha keras untuk
mencapainya, memang awalnya terasa berat tapi setelah itu kita akan bahagia menikmatinya.
Barangkali ini yang bisa menjadi
refleksi bagi kita semua, khususnya para elit negeri ini bahwa kita harus sadar
bahwa pendidikan memliki urgensi yang luar biasa besar bagi kemajuan bangsa
ini, dana yang dikelola
tidak sedikit oleh karena itu harus lebih serius, lebih fokus dan komitmen.
Harus sering-sering turun ke masyarakat untuk melihat kondisi yang sebenarnya,
menjalankan tanggung jawab monitoring dan evaluasi (monev) serta pendampingan
dengan baik, lebih bersemangat dalam menanggapi dan menyelesaikan permasalahan
yang ada, tidak hanya memberikan jawaban-jawaban yang normatif dan apologis.
Kami percaya bahwa anak-anak bangsa ini akan benar-benar menjadi “Generasi Emas
Indonesia” jika kita semua benar-benar serius mandampingi dan menjembatani
cita-cita besar meraka.
*Penulis adalah Peserta SM-3T Kab. Manggarai- NTT
Angkatan ke-2 tahun 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar