Jumat, 13 Desember 2013

Pendidikan Indonesia


Pendidikan Indonesia: Antara Cita-Cita (ungkapan) dan Realitas (tindakan)
Oleh: Achmad Zainuri Arif *

Pendidikan menjadi sebuah kebutuhan yang urgen bagi pembangunan suatu bangsa. Tidak ada Negara Maju di dunia ini yang tidak diawali dari pembangunan kualitas Sumber Daya Manusianya (SDM) melalui penyelenggaraan Pendidikan yang berkualitas. Barangkali tidak ada diantara kita yang tidak setuju bahwa pendidikan mempunyai peranan besar dalam pembangunan suatu bangsa. Berdasarkan keyakinan itu kita melaksanakan percepatan dan perluasan pendidikan melalui aneka program pendidikan, dengan negara sebagai penjurunya dan masyarakat  berpartisipasi aktif.

Cita-cita Luhur
Sejak awal bangsa ini berdiri, komitmen terhadap dunia pendidikan telah begitu besar. Dalam pembukaan UUD ’45 disebutkan bahwa, “… untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan..”, yang kemudian diperjelas dalam pasal (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berbagai kajian dibanyak negara membuktikan kuatnya hubungan antara pendidikan yang merupakan sarana pengembangan sumberdaya manusia dengan tingkat perkembangan suatu bangsa
Berbagai program dicanangkan oleh pemerintah, mulai dari anggaran pendidikan  sebesar 20% dari APBN, sertifikasi, berbagai pelatihan-pelatihan untuk para guru dan termasuk salah satunya yaitu dengan penyelenggaraan program Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal (SM-3T). Program yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional ini untuk  mendorong para Sarjana Pendidikan untuk mau dan mampu berpartisipasi dalam percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), berbagi ilmu, pengalaman, motivasi serta hal positif lainnya kepada Generasi Muda Anak Bangsa yang begitu dilingkupi keterbatasan. Program yang menurut hemat penulis merupakan reaksi positif terhadap penyelengaraan program sejenis yang telah muncul lebih awal dan mendapat respon yang cukup positif dari masyarakat ini memiliki urgensi yang luar biasa besar bagi masyarakat yang ada di daerah 3T tersebut maupun bagi para sarjana itu sendiri agar memiliki sensitivitas sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap kemajuan pendidikan dan bangsa ini. Banyak daerah yang menjadi lokasi pengabdian bagi para tenaga pendidik yang mengikuti program ini, salah satunya adalah di Kabupaten Manggarai - Nusa Tenggara Timur dimana penulis ditempatkan.

Realitas Kekinian
Secara umum, problematika pendidikan yang ada di daerah Timur tidak berbeda jauh dengan masalah pendidikan yang ada di Jawa yang menjadi cerminan pendidikan di Indonesia. Permasalahan yang perlu dikaji lebih dalam yaitu mengenai tenaga pendidik, apakah itu mengenai distribusi yang tidak merata, kualitas tenaga pendidik maupun kedisiplinan serta supervisi atau pengawasan, pendampingan dan evaluasi terhadap tenaga pendidik.
Guru merupakan ujung tombak dalam meningkatkan kualitas pendidikan, dimana guru akan melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Melalui proses belajar dan mengajar inilah berawalnya kualitas pendidikan. Artinya, secara keseluruhan kualitas pendidikan berawal dari kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di ruang kelas. Secara kuantitas, jumlah guru di Indonesia cukup memadai. Namun secara distribusi dan mutu, pada umumnya masih rendah.  Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyaknya guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan ini cukup memprihatinkan, dengan prosentase lebih dari 50% di seluruh Indonesia.
Menurut data Kemendiknas 2010 akses pendidikan di Indonesia masih perlu mendapat perhatian,  lebih dari 1,5 juta anak tiap tahun tidak dapat melanjutkan sekolah. Sementara dari sisi kualitas guru dan komitmen mengajar terdapat lebih dari 54% guru memiliki standar kualifikasi yang perlu ditingkatkan. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2011 yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahun dan berisi hasil pemantauan pendidikan dunia, dari 127 negara, Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69, dibandingkan Malaysia (65) dan Brunei (34). Dari data Teacher Employment & Deployment, World Bank 2007 Distribusi Guru tidak merata. 21% sekolah di perkotaan kekurangan Guru. 37% sekolah di pedesaan kekurangan Guru. 66% sekolah di daerah terpencil kekurangan Guru dan 34% sekolah di Indonesia yang kekurangan Guru. Sementara di banyak daerah terjadi kelebihan Guru.
Mengenai kedisiplinan, kehadiran guru untuk melaksanakan tanggung jawab mendidik dan mengajar kepada peserta didiknya mungkin berbeda setiap daerah. Di Indonesia bagian barat, ketidak hadiran guru di sekolah untuk mengajar akan sangat mudah untuk dilihat, dikoreksi dan ditindak. Tetapi untuk wilayah Indonesia Timur, dibutuhkan pengawasan ekstra dan ketegasan untuk memperbaiki tingkat kedisiplinan guru dalam melaksanakan tanggungjawab mengajarnya. Bagaimana mungkin kualitas peserta didik bisa ditingkatkan bila tenaga pendidiknya saja sangat jarang melaksanakan tugas mengajarnya, sementara di sekolah-sekolah yang tenaga pendidiknya begitu tertib masih kesulitan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Hal ini seharusnya menjadi salah satu titik berat perbaikan sistem pendidikan di Indonesia, mengingat semakin maju-nya suatu negara bermula dari pendidikan yang berkualitas, pendidikan yang berkualitas bermuara dari pembelajaran yang berkualitas, pembelajaran yang berkualitas dimulai dari pengajar yang berkualitas pula.
Selain permasalahan tenaga pendidik yang masih belum merata derevasinya, kualitas dan kedisiplinan yang masih perlu ditingkatkan, permasalahan mengenai supervisi juga perlu untuk dicermati. Pelaksanaan supervisi yang masih belum berjalan secara optimal semisal kurang dijalankan secara rutin, terkesan formalistis (yang penting ada tanpa menyentuh hal yang subtansial) sehingga kurang memberikan pengaruh terhadap perbaikan kualitas tenaga pendidik menjadi masalah yang urgen untuk segera disikapi.

Kearifan dalam Perbaikan Pendidikan Indonesia
Sah-sah saja apabila kita memiliki cita-cita yang besar untuk memajukan bangsa ini yang salah satu caranya dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang ada. Melakukan standarisasi di semua daerah melalui penyelenggaraan UN untuk menilai kualitas peserta didik mulai dari sabang sampai merauke. Tapi apakah kita pernah turun, menyelam ke bawah? melihat realitas yang terjadi di akar rumput. Melihat kenyataan bahwa disatu sisi seorang siswa bisa belajar di gedung yang mewah ber AC dengan lebih dari 3 buku referensi untuk 1 pelajaran, menikmati berbagai varian teknologi yang mendukung proses pembelajaran lewat berbagai laboratorium yang ada, sementara disisi yang lain seorang siswa belajar di sebuah gubuk tanpa lantai, buku pelajaran tak ada dan hanya bisa mendengarkan suara kicauan burung di tengah hutan yang masih alami.
Dari sini kita menyadari bahwa,  menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk turun ke bawah, melihat realitas sosial yang jauh panggang daripada api. Negeri ini begitu luas, banyak hal yang bisa kita pelajari dan maknai agar jika suatu saat nanti kita berada di atas, kita tidak angkuh dan represif terhadap masyarakat bawah. Ibarat seorang nelayan, mereka turun menyelam mencari ikan, terkadang larut malam pun mereka sudah menyatu dengan dinginnya air laut. Mungkin ada nelayan yang memiliki perahu dan jaring untuk menangkap ikan. Mereka duduk diatas perahu kemudian menarik jaring dengan mesin jika dirasa sudah banyak ikan yang terjaring. Tapi itu hanya sebagian kecil, sebagian yang lain yang lebih banyak tetap harus terjun ke laut untuk mengangkat jaring yang sudah dipenuhi ikan ke atas perahu.
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini yaitu, 1). Menyelengggarakan pendidikan dalam rangka mempersiapkan tenaga pendidik (di kampus) secara serius, fair dan positif sehingga kampus bukan menjadi lembaga yang meramaikan komodifikasi pendidikan (tidak pernah kuliah tapi dapat ijazah asal bisa bayar). 2) memperbaiki system rekrutmen tenaga pendidik sehingga menghilangkan praktik KKN. 3) pemetaan yang jelas terhadap kebutuhan tenaga pendidik sehingga lebih tepat sasaran dan merata distribusinya. 4). Mengggiatkan diklat-diklat agar keterampilan tenaga pendidik semakin terasah. 5). Penguatan supervisi, sehingga transfer keilmuan dan pengetahuan yang telah dilakukan bisa terukur pengaruh dan perkembangannya. Semuanya dilakukan demi membentuk tenaga pendidik yang ideal, tenaga pendidik yang memiliki kompetensi/ kualitas keilmuan yang baik, kemampuan komunikasi atau penyampaian materi yang baik terhadap peserta didik, serta mampu melakukan transfer nilai-nilai yang positif kepada peserta didik (tidak hanya transfer ilmu).
Negeri ini tidak kekurangan tenaga ahli untuk melakukan sebuah perubahan, perlu kesungguhan dan kesesuaian antara ucapan dan tindakan (teladan yang baik) untuk menyelesaikan semua permasalahan ini. Ditengah keterbatasan yang mengelilingi kita, ternyata masih ada harapan diseberang sana. Itu dapat kita gapai asal kita mau berusaha keras untuk mencapainya, memang awalnya terasa berat tapi setelah itu kita akan bahagia menikmatinya.
Barangkali ini yang bisa menjadi refleksi bagi kita semua, khususnya para elit negeri ini bahwa kita harus sadar bahwa pendidikan memliki urgensi yang luar biasa besar bagi kemajuan bangsa ini, dana yang dikelola tidak sedikit oleh karena itu harus lebih serius, lebih fokus dan komitmen. Harus sering-sering turun ke masyarakat untuk melihat kondisi yang sebenarnya, menjalankan tanggung jawab monitoring dan evaluasi (monev) serta pendampingan dengan baik, lebih bersemangat dalam menanggapi dan menyelesaikan permasalahan yang ada, tidak hanya memberikan jawaban-jawaban yang normatif dan apologis. Kami percaya bahwa anak-anak bangsa ini akan benar-benar menjadi “Generasi Emas Indonesia” jika kita semua benar-benar serius mandampingi dan menjembatani cita-cita besar meraka.



*Penulis adalah Peserta SM-3T Kab. Manggarai- NTT Angkatan ke-2 tahun 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar